Di saat pasokan minyak tanah semakin langka, warga di Parongpong, Cimahi dan Cisurupan, Garut seharusnya tak perlu terlalu resah. Begitu pula dengan para pemilik sapi yang tersebar di berbagai wilayah di Jawa Barat maupun di Indonesia. Mengapa demikian? Sebab, kotoran sapi ternyata dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar pengganti minyak tanah. Selain murah, sumbernya terbarukan. Layaknya elpiji, pembakaran gas methan menghasilkan api biru dan tidak mengeluarkan asap.
Gas methane yang dihasilkan dari 40 kilogram kotoran sapi dapat digunakan untuk memanaskan kompor selama 6 jam. "Jika seekor sapi perah rata-rata dapat menghasilkan kotoran sekitar 30 kilogram setiap hari, berarti dua ekor sapi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan energi sebuah dapur," kata Andrias Wiji Setyo Eko Pamudji yang mengembangkan Reaktor Biogaz Plastik untuk mengolah kotoran sapi menjadi biogas. "Sedangkan seekor sapi potong rata-rata menghasilkan kotoran 10 kilogram per hari," tambahnya.
Untuk mendapatkan pasokan gas sebanyak itu, kotoran sapi harus dicampur dengan air dengan perbandingan satu banding satu dan diaduk rata dalam tangki pengumpan dari tong besi yang dipotong. Kemudian, hasilnya dimasukkan ke dalam reaktor plastik berkapasitas 5.000 liter yang di dalamnya telah dihuni berjuta-juta bakteri Methanogenesis yang berkembang biak dari 25 liter bakteri starter yang dimasukkan pertama kali. Proses mikrobiologis di dalam reaktor akan menghasilkan gas methan dan kompos. Gas yang dihasilkan dialirkan melalui selang ke penampung dari plastik berkapasitas 2.000 liter dan disalurkan ke kompor.
Proses ini akan berlangsung terus-menerus sepanjang terdapat pasokan kotoran sapi. Sedangkan kompos yang dihasilkan tidak lagi berbau dan dapat digunakan sebagai pupuk organik. Padahal, sebelum dipakai sebagai bahan baku biogas, kotoran sapi dibiarkan teronggok di sekitar kandang dan menghasilkan bau yang tidak sedap. Investasi Meskipun demikian, untuk menikmati bahan bakar alternatif ini diperlukan biaya investasi Rp1,5 juta untuk setiap unit reaktor biogas lengkap termasuk satu buah kompor dan selang sepanjang 20 meter. "Tentu saja tidak mudah meyakinkan masyarakat untuk mengeluarkan biaya cukup besar di awal meskipun jika dihitung dalam jangka panjang jauh lebih menguntungkan," kata Andrias.
Untuk mengatasinya, ia menawarkan pembayaran secara kredit yang dapat diangsur Rp75 ribu per bulan selama 2 tahun atau relatif sama dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli minyak tanah setiap bulan. Setelah dua tahun, alat yang diperkirakan tahan antara 7 hingga 8 tahun menjadi hak milik pembelinya dan tak perlu mengeluarkan biaya lagi. Kondisi seperti ini dirasakan Pak Encur, salah seorang peternak sapi di Cisurupan, Garut yang juga mengelola usaha tahu. Satu unit reaktor biogas yang terpasang di rumahnya baru cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Paling tidak diperlukan 3 buah reaktor untuk mengolah 30 kilogram tahu setiap hari," kata Nunung Sundari, aktivis LSM Persada yang memberikan pembinaan di sana.
Bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi dan Ketenagalistrikan (P3TEK), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pihaknya akan menyebarkan 15 unit reaktor biogas di berbagai sentra peternakan sapi perah di Garut sebagai proyek percontohan sampai akhir tahun ini. Ketika kebutuhan bahan bakar minyak di Indonesia harus tergantung impor dengan harga yang semakin tinggi, seharusnya pemerintah lebih memperhatikan potensi biogas sebagai sumber bahan bakar alternatif yang tidak hanya murah dan melimpah, tapi juga terbarukan.
Kompas
ass
BalasHapuspa saya mau tanya apakah tabung penyimpan kotoran harus diberi lubang untuk udara terbuka